Pages

Wednesday, October 16, 2013

Membuat Investor Lokal Menikmati Manisnya Reksa Dana

Bursa saham Indonesia terus menunjukan performa mengkilap. Kinerja rata-rata IHSG sepanjang 2012 tercatat sebesar 12,9%. Meskipun kondisi ekonomi global belum sepenuhnya stabil, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sebagian besar ditopang dari konsumsi dalam negeri membuat IHSG tetap mampu bergeliat di tengah hembusan gangguan angin global.

Namun, pertumbuhan positif tersebut justru lebih banyak dirasakan oleh investor asing dengan kepemilikan saham di bursa hingga 58%. Sedangkan jumlah investor lokal masih sangat minim, yakni sekitar 400 ribu rekening efek.

Minimnya pengetahuan menjadi penyebabnya. Meski mengetahui imbal hasil saham cukup tinggi, namun masih banyak masyarakat yang takut karena berinvestasi di saham dinilai memiliki resiko yang lebih besar. Padahal, investor ritel juga bisa menikmati manisnya kinerja bursa domestik tanpa harus pusing menghadapi fruktuasi  saham.

Priscilla Audy (25) misalnya, sudah setahun belakangan ini ia membeli reksa dana saham. Menurutnya, reksa dana saham memiliki kinerja yang bagus tanpa ia harus pusing dan terlalu ambil resiko seperti membeli saham secara langsung. “Kenapa beli reksa dana ya karena dalam lima tahun ke depan mau DP rumah. Ya dapetnya dari investasi ini,” ujar Audy yang melakukan pembelian unit penyertaan reksa dana secara reguler tiap bulan di dua perusahaan Manajer Investasi.

Berdasarkan data index reksa dana PT Infovesta Utama dalam tiga tahun terakhir (16 April 2010-16 April 2013), pertumbuhan reksa dana saham mencapai 46%, reksa dana campuran 36%, dan reksa dana pendapatan tetap 32%.

Vilia Wati, analis PT Infovesta Utama mengatakan reksa dana saham masih menjadi pilihan menarik untuk berinvestasi. Menurutnya, tahun ini reksa dana saham berpeluang mencatat pertumbuhan 11% hingga 15%. Sedangkan reksa dana pendapatan tetap 5-7%, dan reksa dana campuran 8-12%.

Berinvestasi di reksa dana kini relatif lebih mudah dan murah. Sejumlah manajer investasi telah menyajikan produk yang dapat dibeli mulai dari Rp100 ribu. Michael Tjoajadi, Chief Executive Officer PT Schroder Investment Management Indonesia mengatakan berinvestasi di reksa dana secara reguler merupakan salah satu cara bagi investor ritel untuk mempersiapkan kebutuhan finansial di masa yang akan datang.

Namun, sayangnya, ketidaktahuan masyarakat mengenai reksa dana jadi penyebab rendahnya penetrasi reksadana di Indonesia. Lebih dari itu, edukasi tentang reksadana harus dilakukan secara mendalam meningat produk reksdana tidak terlepas dari resiko. “Jumlah populasi kita 240 juta orang. Orang yang bankable itu 60 jutaan orang. Yang investasi di reksadana baru 300 ribuan. Jadi potensinya masih besar kan,” ujarnya.

Total dana kelolaan reksa dana atau asset under management (AUM) saat ini sebesar Rp189,2 triliun, per Maret 2013. Jumlah ini jauh lebih kecil dibandingan instrument investasi perbankan deposito, yang mencapai  Rp1.381 triliun per Desember 2012.

Ruang lapang industri reksadana untuk tumbuh menjadi ajang unjuk gigi para manajer investasi (MI) dalam memikat nasabah. Ya, return reksadana yang memuaskan menjadi daya tarik utama bagi produk reksa dana.

Michael Tjoajadi, pimpinan manajer investasi terbesar di Indonesia mengamini hal tersebut. Menurutnya, dibutukan tactical asset allocation yang tepat dalam mengelola reksadana, yakni perpindahan dari saham, pasar uang, dan obligasi. “Dan pintar-pintar memilih stock yang bagus dan murah. Jangan yang bagus dan mahal, apalagi jelek mahal,” ujarnya yang masih menjadikan saham-saham bluechip sebagai penopang kinerja reksadana.

Untuk dapat mencetak performa reksa dana yang mengkilap jelas dibutuhkan sumber daya manusia yang kompeten. Baginya, intergrity, value dan loyalty dari sumber daya manusia jadi kunci terpenting dibalik keberhasilan perusahaan. “Kita memiliki keunggulan dibandingkan dengan yang lain. Rata-rata pekerja kita itu kurang lebih telah bekerja 9 tahun di perusahaan ini,“ tuturnya.

Schroder saat ini menjadi MI dengan dana kelolaan reksa dana terbesar di Indonesia sebesar Rp38,9 triliun per Maret 2013. Dana kelolaan terbesar kedua yaitu perusahan MI asing lainnya PT BNP Paribas Investment Partners sebesar Rp26,7 triliun.

Ya, selain investor asing yang menguasai bursa, MI asing di Indonesia juga memiliki porsi penguasaan dana kelolaan yang besar. 16 MI asing yang ada menguasai sekitar Rp 111,73 triliun atau 59% dari total kelolaan dana sebesar Rp 189,2 triliun per Maret 2013.

Pengalaman serta sistem yang ada di perusahaan dalam mengelola dana menjadi modal utama yang membuat MI asing mampu memperoleh dana kelolaan reksa dana yang tinggi. Selain itu, menurut Muhammad Hanif, Direktur Utama PT Mandiri Manajer Investasi (MMI), MI asing memiliki kerjasama yang baik dengan bank asing. “Mereka sudah punya global agreement, sehingga prosesnya lebih mudah saat due dilligent,” ujarnya.

Pertumbuhan nasabah retail reksadana melalui bank asing terbilang lebih baik dibandingkan dengan bank domestik. Hal ini disebabkan bank asing memang fokus pada fee based income, sedangkan bank lokal lebih terkonsentrasi pada funding.

Meskipun begitu, gairah Manajer Investasi lokal terus menunjukan tren positif. PT MMI misalnya, perusahaan yang berdiri tahun 2004, kini telah memiliki AUM Rp17,8 triliun. Perusahaan MI lokal dengan dana kelolaan terbesar itu mampu tumbuh 152% dalam empat tahun.

Dalam melakukan strategi investasi, secara berkala perusahaan setiap tiga bulan melakukan rapat komite investasi untuk melihat kondisi pasar dan membuat outlook, serta memutuskan strategi investasi, seperti memilih sektor dan melakukan rebalancing.

Seperti halnya Schroder yang menghindari sektor komoditas pada tahun ini. MMI juga lebih fokus masuk ke sektor konsumsi dan infrastruktur. Faktor fundamental menjadi fondasi utama dalam memilh emiten. “Kita lihat global pengaruhnya kepada kita. Tapi kayanya ngga terlalu besar juga. Karena ekonomi kita kan 60-70 persen itu kan dipacu oleh konsumsi dalam negeri,“ imbuh pria yang ingin menjadikan MMI sebagai MI terbesar di Indonesia dalam beberapa tahun mendatang.

Untuk meningatkan penjualan unit penyertaan reksa dana, perusahaan berencana melebarkan sayap ditribusi. Hingga saat ini perusahaan  telah bekerjasama dengan 13 bank untuk menjual reksadana. Selain itu, MMI akan mendirikan kantor perwakilan di Surabaya, Medan dan Bandung dalam beberapa tahun mendatang. Tahun ini perusahaan yang memiliki 50 karyawan tengah melakukan penerimaan pegawai baru.


Tantangan mengembangkan industri reksa dana sebetulnya tak hanya meningkatkan jumlah investor ritel reksadana. Melainkan juga menambah jumlah perusahaan yang melantai di bursa saham. Hingga saat ini terdapat 466 perusahaan terbuka. Bandingkan dengan jumlah perusahaan terbuka di India yang lebih dari 5000 perusahaan.  Jumlah ini, menurut Michael Tjoajadi masih dibawah potensi yang sebenarnya. “Dengan lebih banyak company, lebih banyak investor. Perekonomian kita akan bisa lebih giat. Idealnya kita bisa 1000-2000 perusahaan,” ujarnya.


Oleh Resi Fahma G

Tulisan ini pernah dimuat di majalah Fortune Indonesia Vol.62 (Terbit minggu pertama dan kedua Mei 2013)

No comments:

Post a Comment