Bursa saham Indonesia terus menunjukan performa mengkilap. Kinerja rata-rata IHSG sepanjang 2012 tercatat sebesar
12,9%.
Meskipun kondisi ekonomi global belum sepenuhnya stabil, pertumbuhan ekonomi Indonesia
yang sebagian besar ditopang dari konsumsi dalam negeri membuat IHSG tetap
mampu bergeliat di tengah hembusan gangguan angin global.
Namun, pertumbuhan positif tersebut justru lebih banyak
dirasakan oleh investor asing dengan kepemilikan saham di bursa hingga 58%.
Sedangkan jumlah investor lokal masih sangat minim, yakni sekitar 400 ribu
rekening efek.
Minimnya pengetahuan menjadi penyebabnya. Meski mengetahui imbal
hasil saham cukup tinggi, namun masih banyak masyarakat yang takut karena
berinvestasi di saham dinilai memiliki resiko yang lebih besar. Padahal,
investor ritel juga bisa menikmati manisnya kinerja bursa domestik tanpa harus
pusing menghadapi fruktuasi saham.
Priscilla Audy (25) misalnya, sudah setahun belakangan ini ia
membeli reksa dana saham. Menurutnya, reksa dana saham memiliki kinerja yang
bagus tanpa ia harus pusing dan terlalu ambil resiko seperti membeli saham
secara langsung. “Kenapa beli reksa dana ya karena dalam lima tahun ke depan
mau DP rumah. Ya dapetnya dari investasi ini,” ujar Audy yang melakukan
pembelian unit penyertaan reksa dana secara reguler tiap bulan di dua
perusahaan Manajer Investasi.
Berdasarkan data index reksa dana PT Infovesta Utama dalam
tiga tahun terakhir (16 April 2010-16 April 2013), pertumbuhan reksa dana saham
mencapai 46%, reksa dana campuran 36%, dan reksa dana pendapatan tetap 32%.
Vilia Wati, analis PT Infovesta Utama mengatakan reksa dana
saham masih menjadi pilihan menarik untuk berinvestasi. Menurutnya, tahun ini
reksa dana saham berpeluang mencatat pertumbuhan 11% hingga 15%. Sedangkan reksa
dana pendapatan tetap 5-7%, dan reksa dana campuran 8-12%.
Berinvestasi di reksa dana kini relatif lebih mudah dan
murah. Sejumlah manajer investasi telah menyajikan produk yang dapat dibeli
mulai dari Rp100 ribu. Michael Tjoajadi, Chief
Executive Officer PT Schroder Investment Management Indonesia mengatakan
berinvestasi di reksa dana secara reguler merupakan salah satu cara bagi
investor ritel untuk mempersiapkan kebutuhan finansial di masa yang akan
datang.
Namun, sayangnya, ketidaktahuan masyarakat mengenai reksa
dana jadi penyebab rendahnya penetrasi reksadana di Indonesia. Lebih dari itu,
edukasi tentang reksadana harus dilakukan secara mendalam meningat produk
reksdana tidak terlepas dari resiko. “Jumlah populasi kita 240 juta orang.
Orang yang bankable itu 60 jutaan
orang. Yang investasi di reksadana baru 300 ribuan. Jadi potensinya masih besar
kan,” ujarnya.
Total dana kelolaan reksa dana atau asset under management (AUM)
saat ini sebesar Rp189,2 triliun, per Maret 2013. Jumlah ini jauh lebih
kecil dibandingan instrument investasi perbankan deposito, yang mencapai Rp1.381 triliun per Desember 2012.
Ruang lapang industri reksadana untuk tumbuh menjadi ajang
unjuk gigi para manajer investasi (MI) dalam memikat nasabah. Ya, return reksadana yang memuaskan menjadi
daya tarik utama bagi produk reksa dana.
Michael Tjoajadi, pimpinan manajer investasi terbesar di Indonesia
mengamini hal tersebut. Menurutnya, dibutukan tactical asset allocation yang tepat dalam mengelola reksadana,
yakni perpindahan dari saham, pasar uang, dan obligasi. “Dan pintar-pintar
memilih stock yang bagus dan murah.
Jangan yang bagus dan mahal, apalagi jelek mahal,” ujarnya yang masih
menjadikan saham-saham bluechip
sebagai penopang kinerja reksadana.
Untuk dapat mencetak performa reksa dana yang mengkilap jelas
dibutuhkan sumber daya manusia yang kompeten. Baginya, intergrity, value dan loyalty
dari sumber daya manusia jadi kunci terpenting dibalik keberhasilan perusahaan.
“Kita memiliki keunggulan dibandingkan dengan yang lain. Rata-rata pekerja kita
itu kurang lebih telah bekerja 9 tahun di perusahaan ini,“ tuturnya.
Schroder saat ini menjadi MI dengan dana kelolaan reksa dana
terbesar di Indonesia sebesar Rp38,9 triliun per Maret 2013. Dana kelolaan
terbesar kedua yaitu perusahan MI asing lainnya PT BNP Paribas Investment
Partners sebesar Rp26,7 triliun.
Ya, selain investor asing yang menguasai bursa, MI asing di
Indonesia juga memiliki porsi penguasaan dana kelolaan yang besar. 16 MI asing
yang ada menguasai sekitar Rp 111,73 triliun atau 59% dari total kelolaan dana
sebesar Rp 189,2 triliun per Maret 2013.
Pengalaman serta sistem yang ada di perusahaan dalam
mengelola dana menjadi modal utama yang membuat MI asing mampu memperoleh dana
kelolaan reksa dana yang tinggi. Selain itu, menurut Muhammad Hanif, Direktur
Utama PT Mandiri Manajer Investasi (MMI), MI asing memiliki kerjasama yang baik
dengan bank asing. “Mereka sudah punya global
agreement, sehingga prosesnya lebih mudah saat due dilligent,” ujarnya.
Pertumbuhan nasabah retail reksadana melalui bank asing
terbilang lebih baik dibandingkan dengan bank domestik. Hal ini disebabkan bank
asing memang fokus pada fee based income,
sedangkan bank lokal lebih terkonsentrasi pada funding.
Meskipun begitu, gairah Manajer Investasi lokal terus
menunjukan tren positif. PT MMI misalnya, perusahaan yang berdiri tahun 2004,
kini telah memiliki AUM Rp17,8 triliun. Perusahaan MI lokal dengan dana
kelolaan terbesar itu mampu tumbuh 152% dalam empat tahun.
Dalam melakukan strategi investasi, secara berkala perusahaan
setiap tiga bulan melakukan rapat komite investasi untuk melihat kondisi pasar
dan membuat outlook, serta memutuskan
strategi investasi, seperti memilih sektor dan melakukan rebalancing.
Seperti halnya Schroder
yang menghindari sektor komoditas pada tahun ini. MMI juga lebih fokus masuk ke
sektor konsumsi dan infrastruktur. Faktor fundamental menjadi fondasi utama
dalam memilh emiten. “Kita lihat global pengaruhnya kepada kita. Tapi kayanya ngga terlalu besar juga. Karena ekonomi
kita kan 60-70 persen itu kan dipacu oleh konsumsi dalam negeri,“ imbuh pria
yang ingin menjadikan MMI sebagai MI terbesar di Indonesia dalam beberapa tahun
mendatang.
Untuk meningatkan penjualan unit penyertaan reksa dana,
perusahaan berencana melebarkan sayap ditribusi. Hingga saat ini
perusahaan telah bekerjasama dengan 13
bank untuk menjual reksadana. Selain itu, MMI akan mendirikan kantor perwakilan
di Surabaya, Medan dan Bandung dalam beberapa tahun mendatang. Tahun ini
perusahaan yang memiliki 50 karyawan tengah melakukan penerimaan pegawai baru.
Tantangan mengembangkan industri reksa dana sebetulnya tak
hanya meningkatkan jumlah investor ritel reksadana. Melainkan juga menambah
jumlah perusahaan yang melantai di bursa saham. Hingga saat ini terdapat 466 perusahaan
terbuka. Bandingkan dengan jumlah perusahaan terbuka di India yang lebih dari 5000
perusahaan. Jumlah ini, menurut Michael
Tjoajadi masih dibawah potensi yang sebenarnya. “Dengan lebih banyak company, lebih banyak investor.
Perekonomian kita akan bisa lebih giat. Idealnya kita bisa 1000-2000 perusahaan,”
ujarnya.
Oleh Resi Fahma G
Tulisan ini pernah dimuat di majalah Fortune Indonesia Vol.62 (Terbit minggu pertama dan kedua Mei 2013)
No comments:
Post a Comment