Berbagai ide kreatif dan inovatif di dunia digital industri yang Andi Surja Boediman temui menjadi pijakan awalnya dalam mengibarkan Ideosource. Digital venture capital ini pun tumbuh dengan orientasi global dengan menggandeng perusahaan dan investor, baik lokal maupun luar negeri.
Oleh Resi Fahma G.
Siang di akhir bulan lalu, kami – reporter dan fotografer Fortune Indonesia, memiliki janji bertemu dengan Andi Surja Boediman di sebuah restoran, di mall Plaza Senayan. Dengan kemeja merah kotak-kotak dan celana jeans, sosoknya terlihat santai. Ketika kami datang, ia sedang berbincang dengan seorang mitra bisnisnya. “Sebentar ya, saya selesaikan dulu,” ujar Andi. Tak lama berselang, ia pun menghampiri kami dan memulai perbincangan.
Rapat, baik di kantor atau pun di luar kantor memang menjadi bagian yang tak terpisahkan baginya. Mulai dari membahas potensi perusahaan yang akan ia beri modal, hingga operasional dan managemen perusahaan tersebut. Ya, Andi memang tengah sibuk menyeleksi sejumlah start up untuk diberi investasi modal oleh Ideosource, venture capital yang ia dirikan sejak Juli 2011.
Bertemu dengan banyak pendiri perusahaan yang kreatif dan inovatif menjadi ide awal baginya untuk mendirikan venture capital. Itu pula yang menjadi dasar penamaan Ideosource. Pengalamannya sebagai Chief Innovation Officer (CIO) plasa.com, anak usaha PT Telkom Indonesia, menjadi pijakan sekaligus memperkaya perspektifnya dalam berinovasi. Menurutnya, butuh sinergi yang tepat dalam mengembangkan sebuah produk digital, baik secara top down ataupun bottom up. “Saya percaya dua-duanya perlu lahir. Makanya saya buat ideosource,” Ujar Direktur PT Ideosource Asia ini. Oleh sebab itu, Ideosource tak sekedar memberikan pendanaan, namun juga memberikan nilai lain, yaitu bimbingan, kemitraan strategis, dan inkubasi.
Bagi startup yang belum memiliki managemen solid, Ideosource akan melakukan inkubasi dengan memberikan bantuan pengelolaan managemen, dukungan bisnis, serta akses ke pasar. Selain itu, juga dilakukan bimbingan dan kemitraan strategis.
Sehingga selain memberikan modal, ia juga memberikan masukan dan membantu pengembangkan perusahaan, mulai dari membantu memberikan akses jaringan dan pasar hingga mengawasai pengelolaan perusahaan. “Kita ketemu tiap minggu, kita bantub apa itu channel, revenue, legal, access to market, product. Jadi setiap angle kita ajak ngobrol. Kita bimbing,“ jelas Andi
Sekitar 200 perusahaan telah ia temui. Puncaknya, tahun 2012 lalu saat Ideosource Incubation Audition, ajang pencarian enterpreneur digital industri berbakat. Dalam acara tersebut ia menyeleksi 150 startup di Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Malang. “Capenya industrinya masih baru. Cape keliling-keliling, cape ketemu. Ya bayangin aja dari 150, terpilih 50, ujung-ujungnya 6 yang diinvestasikan,” ujarnya. “Apa ga cape itu? Ya memang ada gep. Ya tapi harus dijalanin. Enaknya 3-5 tahun lagi. Tapi kalau saya mulainya nanti 3-5 tahun ya telat.”
Bukan perkara mudah menemukan perusahaan yang akan dijadikan mitra bisnis. Bagi Andi, terdapat tiga faktor penting dalam memilih perusahaan atau pun start up. Pertama, value founder. “Aura saat ketemu penting banget bagi saya. Saya bisa lihat orang ini bisa cocok atau ngga. Pertemuan pertama itu penting banget,” tuturnya. Selain itu, kemampuan fundamental, baik pengalaman maupun pengetahuan dan pemahaman market yang baik juga menjadi penilaian penting.
Hingga saat ini, Ideosource telah memiliki 10 portofolio. Perusahaan pertama yang diberi suntikan modal yaitu TouchTen, game developer lokal berbasis iOS yang berhasil menembus pasar luar negeri. Game yang dikembangkan perusahaan itu antara lain, Sushi Chain dan Infinite sky. Portofolio investasi lainnya, yaitu Kark, platform edukasi mobile dan Saqina.com, startup e-commerce yang fokus menjual busana muslim.
Tak hanya perusahaan dalam negeri, Ideosource juga menggaet perusahaan digital dari Singapura, yaitu Gimmieworld, yang fokus pada platform user loyalty and reward. Sedangkan enam perusahaan lainnya berasal dari pemenang Ideosource Incubation Audition. “ Yang enam ini masih dalam persiapan, Maret baru akan di-publish,” ujarnya. Namun, Andi enggan menyebutkan nilai investasi di masing-masing perusahaan tersebut.
Perusahaan yang memiliki modal awal US$ 5 juta tersebut memiliki klasifikasi tersendiri dalam memberikan dana. Pendanaan pertama bagi perusahaan kecil, yaitu sekitar US$ 200 ribu. Untuk pendanaan berikutnya, saat perusahaan sudah memiliki bisnis model yang baik akan diberi US$200-500 ribu. Dan pendanaan ketiga, yaitu untuk memperbesar skala perusahaan, dimana pendapatan perusahaan juga sudah cukup besar. Jumlah dana di fase ini, bergantung pada kebutuhan.
Managemen Ideosource terbilang ramping dengan tim yang kurang dari 10 orang. Selain Andi, juga terdapat Edward Ismawan Chamdai, serta Andrias Ekoyuono sebagai Vice President Business Development, dan Sugiono Wiyono sebagai investment committee. “Yang lainnya lebih ke tim operation,” ujar Andi.
Andi mengatakan tak seluruh perusahaan digital industri membutuhkan modal uang. Gimmieworld misalnya. Perusahaan asal Singapura tersebut membutuhkan strategic value berupa akses ke pasar untuk memperluas jaringan dan penetrasi ke dalam negeri. Namun, untuk sinergi kerjasama Ideosource melakukan investasi ke Gimmieworld. “Value uang penting. But it’s not the reason why you work with us. Yang punya uang lebih besar dari kita banyak, tapi yang punya value seperti kita sulit.” ujar.
Visi global yang dimiliki Andi menggiring Idosource tak hanya menjadi digital investment lokal, tetapi juga menggaet perusahaan dari luar negeri. Tak berhenti sampai disitu, Ideosource - kini modalnya masih berasal dari dua investor lokal, juga tengah menjajaki investor dari luar negeri, seperti Amerika dan Jepang.
Ia menargetkan hingga 2016, dapat mengumpulkan modal investasi sekitar US$20 juta – 30 juta. Dana tersebut akan diinvestasikan kepada sekitar 30-40 perusahaan, bergantung pada skala perusahaan. Melalui sistem venture capital, return on investment dapat dicapai sekitar 5 tahun. Perusahaan juga akan mendapatkan management fee. Kemudian setelah pay back period dan dipotong hurdle rate (tingkat keuntungan yang dipersyaratkan atau yang diharapkan), venture capital juga akan mendapat laba 20%.
Ideosource memiliki porsi saham minoritas sekitar 30% diperusahaan dan duduk di kursi komisaris. “Kita belum mau terlibat di operation. Biar mereka juga membuktikan diri mereka dulu dalam mengoperasikan perusahaan,” ujar Andi.
Digital industri secara keseluruhan merupakan industri yang masih cukup muda. Infrastruktur dan ekosistem digital Indonesia yang masih jauh tertinggal dibandingkan negara lain memang jadi tantangan besar bagi para pengusaha start up. Meskipun begitu, besarnya pasar di indonesia mampu menjadi magnet bagi banyak orang untuk berlomba membentuk startup.
Bahkan, Daniel Haryanto, Pengamat digital media dari Prasetya Mulya mengatakan pertumbuhan startup digital industri dalam dua tahun terakhir mengalami lonjakan yang sangat tinggi. Hal ini dipacu oleh makin tingginya penggunaan smartphone dan akses internet. Salah satu startup yang berkembang pesat adalah konten, yang terdiri dari 40% informasi dan 60% game.
Menurut Daniel, memang tidak ada data pasti jumlah startup digital saat ini. Namun, dari sejumlah sumber yang ia ketahui terdapat sekitar 1500 startup. Ia memperkirakan pertumbuhan jumlah startup di tahun ini bisa mencapai 50%. “setiap hari itu keluar lagi yang baru,” ujarnya.
Namun, sayangnya tak semua startup mampu bertahan lama. Kurangnya komitmen pendiri, ketidaksabaran, dan managemen yang buruk menjadi bagian dari penyebab tutupnya startup. Selan itu, sulitnya memperoleh sumber modal juga menjadi tantangan bagi startup. Dari sisi perbankan yang konservatif dengan persyaratan dan birokrasi yang sulit, membuat ruang gerak startup untuk memperoleh modal sangat sempit.
“Investor lokal terhadap startup itu belum seperti di luar negeri. Umumnya masih koservatif berpikirnya : berani kasih untung berapa, balik berapa tahun. Konglomerasi besar kan banyak uang, tapi kurang berani untuk inject money,” ujarnya.
Menurut Daniel, dalam kondisi seperti ini, venture capital memiliki peran penting dalam pengembangan startup. Tak sekedar memberi bantuan dalam hal uang, tapi juga bimbingan dan inkubasi bagi para pengusaha baru untuk dapat mengembangkan startup. Namun, sayangnya pertumbuhan venture capital berbasis digital industri masih terbilang rendah yaitu 10% pertahun. “Kebanyakan Venture capital itu masih melihat usaha yang real, yang terlihat barang jualannya dan besaran untungnya,” ujarnya.
Besarnya pertumbuhan startup mendorong kebutuhan modal yang juga besar. Bahkan, menurut Daniel, kini muncul tren situs crowdfounding yang menjadi solusi dalam merealisasikan ide kreatif, bukan hanya bagi digital industri, tapi juga industri kreatif. Situs tersebut akan menghimpun dana sebanyak mungkin orang untuk merealisasikan ide kreatif.
Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Fortune Indonesia, Vol.57