Pages

Saturday, December 17, 2011

Emergency Expatriat Blood Donor, Siaga Darah Rhesus Negatif

         Kepedulian terhadap pentingnya darah tak hanya ditunjukan oleh orang Indonesia. Orang-orang asing dari berbagai negara juga menaruh perhatian lebih. Emergency Expatriat Blood Donor (EEBD) adalah komunitas beranggotakan orang-orang asing dari berbagai negara yang tinggal di Indonesia yang sukarela menjadi pendonor khusus untuk golongan darah rhesus negatif.
         Jumlah pemilik darah rhesus negatif di Indonesia hanya mencapai 0,01 persen dari jumlah penduduk.  Dengan jumlah yang sedemikian sedikit, orang-orang Indonesia yang memiliki rhesus negatif kesulitan untuk mendapat donor yang sesuai. Darah rhesus negatif sendiri sebagian besar dimiliki oleh warna negara asing dari negara-negara barat.
         Rasa peduli terhadap sesama tak terbatasi oleh perbedaan ras dan suku bangsa. Hal tersebut tercermin jelas dari semangat Anky, koordinator Emergency Expatriat Blood Donor.
         “Bagi saya, saya datang ke Indonesia dan saya rasa kami harus melakukan sesuatu yang baik, dan kami menyukai kegiatan-kegiatan yang baik,” tutur Anky yang sesekali menggunakan Bahasa Belanda selain bahasa Inggris.
         Bersama teman-teman expatriat lainnya, Anky rutin melakukan kunjungan ke klub-klub expatriat serta membuat iklan agar jumlah anggota pendonor rhesus negatif bertambah. Komunitas ini bekerja begitu sederhana, yakni sebagai penghubung PMI dengan para orang asing yang memiliki rhesus negatif yang terdaftar sebagai pendonor di EEBD.
         "Jika ada yang membutuhkan, kita telpon anggota kita dan PMI langsung meluncur ke tempat untuk mengambil darah. Saya pikir itu bagus,” ujar perempuan 63 tahun yang juga aktif mengajar anak jalanan itu.
         Jumlah anggota EEBD pada masa-masa awal terbentuk berjumlah sekitar 18 orang. Namun, dengan usaha Anky menyebarkan informasi kini jumlahnya bertambah hingga 70-80 orang. Jumlah itu pun berubah-ubah seiring keluar masuknya warga negara asing.
         Bagi Anky, bukanlah persoalan sulit mengajak orang-orang asing untuk menjadi pendonor. Mengingat, di negara-negara barat, donor darah merupakan hal yang sangat biasa dilakukan. Annoek Van den Wijngaart yang juga pengurus EEBD mengatakan masyarakat di negara asalnya, yaitu Belanda bahkan bisa dengan suka rela mendonorkan anggota tubuhnya.
         “Di Belanda, orang mendonorkan mata, paru-paru. Dibandingkan itu semua, donor darah jauh lebih mudah,” cerita perempuan yang sudah bergabung selama enam bulan dengan EEBD itu.             Berbeda dengan Silly (Bloodforlife) dan Ina (Donor Darah Siaga) yang sebelumnya memiliki pengalaman kurang menyenangkan mengenai pemenuhan darah, Anky justru tidak memiliki alasan khusus untuk aktif melakukan kegiatan berbagi. Baginya, yang ia lakukan hanyalah sebuah usaha kecil yang memiliki dampak yang sangat besar.      
         Anky menilai pendidikan mengenai donor darah sejak usia dini amat penting. Dengan kesadaran yang dipupuk sejak dini maka makin banyak orang yang akan menjadi pendonor ketika cukup usia nanti.
         Donor darah dapat dilakukan siapapun, menurut Anky, untuk dapat menyosialisasikan dan memenuhikebutuhan darah dibutuhkan fasilitas yang juga memadai. “Itu bagus apabila ada kendaraan yang bisa masuk ke daerah terpencil. Jadi makin banyak orang yang bisa donor darah,” tutur Anky yang ingin menghabiskan masa tuanya di Indonesia.

1 comment:

  1. haloo. kabarnya di bali juga ada komunitas sejenis ya. nice article :)

    ReplyDelete